Islam
memberikan tempat yang tinggi pada keberadaan dan penggunaan akal manusia
secara benar. Al-Qur’an menerangkan pentingnya akal untuk mempelajari alam
semesta dan mengenal Allah. Al-Qur’an menegaskan: ”Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi orang yang berakal” (QS. Ali ‘Imran: 190).
Penggunaan
akal secara benar disebut sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk yang
lebih rendah seperti binatang. “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi
neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah),
dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Namun
apakah semua manusia sudah menggunakan akalnya dengan benar? Untuk memahami
alam semesta dan mengenal Tuhan? Untuk
menata kehidupan yang lebih maju dan harmonis? Ini
masalahnya.
Lalu
apa yang dimaksud akal? Akal adalah salah satu fakultas rohaniah manusia
yang berfungsi untuk berpikir, mengingat, menilai, menganalisis, menyimpulkan,
memutuskan, menciptakan ide, menyimpan pengetahuan, bertanya, memecahkan
masalah, mempercayai atau tidak, merenung, memproses dan menyaring informasi,
membedakan yang baik dan buruk, dan memahami kebenaran. Akal seperti processor
bagi komputer yang berfungsi mengolah dan memproses data untuk menghasilkan
informasi. Dengan akalnya maka manusia dapat memahami kejadian-kejadian di
sekitarnya, mampu menganalisis dan menghasilkan kesimpulan yang benar.
Akal
adalah pikiran yang tertuntun, pikiran yang mampu memahami kebenaran. Kemampuan
akal seseorang sesuai dengan kepribadian, ilmu (konsep) dan pengalaman
(praktek) yang mereka dimiliki. Setiap orang memiliki kemampuan akal yang
berbeda dan tidak ada kemampuan akal antar manusia yang benar-benar sama
meskipun pendidikan dan tempat tinggalnya sama. Akal membutuhkan tuntunan wahyu
(Al-Qur’an dan Hadis) untuk sampai kepada kebenaran hakiki.
Dalam
aplikasi KBBI (2023), akal diartikan sebagai daya pikir, jalan atau cara
melakukan sesuatu, daya upaya, tipu daya, muslihat, kecerdikan, kelicikan,
serta kemampuan melihat atau memahami lingkungan. Dengan demikian, akal
merupakan ilmu pengetahuan (konsep) maupun teknologi (praktis).
Menurut
Ibnu Sina, akal sebagai substansi ruhani dibagi empat tingkat yaitu: akal
material (kekuatan yang ada pada diri kanak-kanak), akal bakat
(pengetahuan awal dan kesanggupan berpikir murni dan abstrak), akal aktual
(suatu kekuatan yang sampai kepada kesempurnaan), dan akal perolehan
(kekuatan yang menghasilkan logika, pengetahuan teoritis sebagai derajat akal
tertinggi). Pengembangan akal manusia untuk mencapai insan kamil (Handayani
& Suyadi, 2019).
Kata akal
dalam Al-Qur’an disebut sekitar 49 kali sebagai kata kerja yaitu ‘aqala, ya’qilun, ‘aqalu, ta’qilun, na’qilu,
dan ya’qilu. Penyebutan akal sebagai kata kerja memiliki arti
aplikasi yang dinamis yaitu menggunakan dan mengaktifkan akal. Sedangkan kata kufr
– kafir dan tindakan yang salah sebagai konsekuensi tidak menggunakan akal.
Akal adalah alat yang berfungsi untuk memisahkan kebaikan dan keburukan. Dengan
adanya akal sebagai alasan pembeda, maka Allah memberi beban taklif pada
orang yang akil baligh sedangkan orang yang tidak sempurna akalnya
terbebas dari taklif. Nabi Muhammad SAW berkata ”hukum itu dibebaskan
dari tiga keadaan, yaitu orang tertidur, anak kecil, dan orang gila” (HR.
Ahmad 6/100) (Baidhawy, 2024).
Selanjutnya
Allah mengharamkan semua yang menyebabkan kerusakan dan tidak berfungsinya akal
seperti minum khamar dan narkoba, yang dapat membuat pikiran kacau,
berhalusinasi atau gila. ”Janganlah kalian meminum khamr karena ia adalah
pintu segala keburukan” (HR. Ibnu Majah 3371). Karena dengan merusak dan
menghilangkan akal menjadi sumber segala keburukan bagi manusia.
Demikian
antara lain ajaran Islam yang menunjukkan fungsi akal, kedudukan akal yang
sangat tinggi dan bagaimana menjaga akal dari kerusakan. Wallahu a’lam.*
Penulis :
Dr. Muhammad Anshar Akil, ST, MSi, CHt, CPNLP
Aktivitas :
Dosen Program Pascasarjana (S2 &
S3) dan Jurusan Ilmu Komunikasi (S1) UIN Alauddin Makassar, Founder AA
Institute, “Anshar Akil Channel Youtube”, Motivator Nasional, Corporate
Trainer, Penulis.
Email : [email protected]