Tinggi Ilmu Minus Akhlak? (Muhammad Anshar Akil)

  • 11:33 WITA
  • Admin FDK
  • Artikel

Kasus kematian dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di Universitas Diponegoro (UNDIP) pada 12 Agustus lalu, masih menjadi berita viral di media online. Korban diduga meninggal karena tidak tahan perundungan (bullying) sejumlah seniornya dalam bentuk kekerasan verbal, fisik, dan pemerasan uang hingga 20-40 juta perbulan sejak semester 1 pada Juli -November 2022. Kasus yang sedang riuh ini masih diinvestigasi oleh Kemenkes dan kepolisian.

Membaca berita tersebut hati kita pasti tersentuh, bahkan marah. Lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu dan teknologi tinggi seharusnya mengajarkan akhlak yang tinggi pula. Akhlak adalah budi pekerti, karakter, perangai yang membentuk tingkah laku. Kecerdasan intelektual ternyata tidak melahirkan nilai-nilai etika, moralitas, atau akhlak. Ilmu pengetahuan seharusnya digunakan menegakkan nilai-nilai kemanusian bahkan menemukan nilai ketuhanan di dalam diri kita dan di alam semesta --- karena siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya. Di langit dan di bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan Tuhan bagi orang yang berakal.

Problematika pendidikan umum saat ini yaitu pemisahan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai agama atau sekularisme ilmu. Tingginya ilmu dan kecerdasan seorang tidak menjamin punya akhlak mulia kepada sesamanya, alam lingkngan, dan juga kepada Tuhan. Ilmu pengetahuan yang bersifat rasional, empirik, objektif, hanya mencerdaskan otak semata, namun jiwa bergejolak, hati kotor, hawa nafsu menguasai pikiran manusia karena ilmu tidak diisi dengan nilai-nilai ketuhanan. Ilmu pengetahuan hanya mengakui pencapaian materi (materialisme dan materialistis) namun kering dengan nilai-nilai spiritual. Padahal Ilmu dan akhlak tidak bisa dipisahkan, semakin tinggi ilmu seseorang maka seharusnya semakin baik pula akhlaknya.

Peradaban ilmu pengetahuan yang sangat maju disebut peradaban modern. Peradaban modern mencakup kemajuan pada aspek materi (fisik) seperti komputer, kendaraan, dan bangunan-bangunan tinggi, dan juga aspek pemikiran (non fisik) seperti ide-ide, ajaran, konsep-konsep dan teori-teori dalam ilmu pengetahuan pada berbagai bidang. Kemajuan peradaban fisik material bisa terwujud karena kemajuan peradaban non fisik berupa pemikiran-pemikiran, ide-ide, gagasan-gagasan, norma-norma, dan konsep-konsep ilmu pengetahuan yang melandasinya. Masalahnya ilmu-ilmu umum dipisahkan dari agama, sehingga ilmu berjalan sendiri tanpa tuntunan agama.

Peradaban modern kini menghadapi krisis karena kemajuan kecerdasan dan teknologi dikuasai orang-orang tidak bertaqwa, yang menggunakan kecerdasan dan kemajuan teknologi untuk mengambil hak-hak orang lain, merusak alam lingkungan, jauh dari nilai-nilai agama. Jika orang bertaqwa memiliki kecerdasan, ilmu dan teknologi tentu digunakan untuk melayani kemanusiaan, menjaga lingkungan, dan beribadah kepada Allah. Orang-orang sekuler (yang memisahkan agama dan ilmu) akan menggunakan kecerdasan atau ilmunya untuk memuaskan ego dan nafsunya semata.

Disinilah perlunya melaksanakan integrasi keilmuan yaitu: menyatukan antara ilmu umum dan ilmu Islam sehingga tidak akan terjadi lagi kasus perundungan dalam pendidikan atau perofesi apa pun. Tingginya pendidikan, kecerdasan, ilmu pengetahuan dan teknologi harus diikuti dengan tingginya akhlak dan budi pekerti, karena ilmu pengetahuan dikontrol oleh nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan.*

 Penulis     :     Dr. Muhammad Anshar Akil, ST, MSi, CHt, CPNLP

Aktivitas  :    Dosen Program Pascasarjana (S2 & S3) dan Jurusan Ilmu Komunikasi (S1) UIN Alauddin Makassar, Founder AA Institute, “Anshar Akil Channel Youtube”, 

                      Motivator Nasional, Coorporate Trainer, Penulis.

Email       :    [email protected]